1
Penelitian Tradisi Munggahan dan Mudunan di Bulan Sya'ban dan Ramdhan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bulan Sya’ban dan Romadlon adalah sebagian dari bulan-bulan yang istimewa, menyimpan banyak makna yang patut di-Tafakkuri dan di-Tadabburi, selain itu juga banyak tradisi-tradisi yang diberlakukan masyarakat tertentu pada bulan tersebut.
Salah satunya yaitu tradisi yang berada di dusun pancuran yang di laksanakan di bulan tersebut adalah unggahan. Banyak makna di balik tradisi ini, pertama "kepercayaan ada hidup sesudah mati", kedua "kesetiaan dan bakti kepada leluhur", dan ketiga "kepercayaan, setelah mati terputus kesempatan beramal dan mohon ampunan, diantara kesempatan yang tersisa adalah doa dari anak keturunanya".
Tradisi ini pernah ada pada jaman Hindu namun setelah masuknya Islam telah terjadi akulturasi. Munggahan dilakukan menjelang bulan Ramadhan berdasar ajaran bahwa bulan Ramadhan adalah bulan ampunan, maka para leluhur kita yang berada di alam kubur (ALAM BARZAH) akan diberikan ampunan selama bulan Ramadhan dan Munggahan merupakan doa pengantar untuk menyambut para ahli kubur untuk naik ke alam kedamaian penuh ampunan selama sebulan. Maka tradisi Unggahan dilakukan pada akhir bulan Syaban.
Kemudian pada akhir Ramadhan juga diikuti tradisi Udunan, yang berarti turun kembali ke alam Kubur. Doa pengantar selama Udunan adalah agar kiriman doa selama bulan Ramadhan diterima di sisi Tuhan dan bisa meringankan para ahli kubur. Alam kubur merupakan alam penantian hingga hari kiamat tiba saat semua manusia akan dikumpulkan di padang makhsyar yang merupakan padang peradilan.
Tetap berjalannya acara Unggahan-Udunan saat ini karena di situ ada iman, ada kebersamaan dan ada manfaat hingga membuat kita tetap setia melestarikan tradisi nenek moyang.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan dari beragam tradisi yang berkembang dimasyarakat dalam memaknai Unggahan dan Udunan. Maka dalam hal ini penulis perlu membatasi masalah-masalah yang akan dibahas, karena tema yang diangkat hanya berkisar pada tradisi Unggahan dan Udunan yang ada di dusun pancuran dalam Study komparasi antara Tradisi Lokal dengan Tradisi Islam, diantaranya:
1.    Bagaimana Tradisi Unggahan dan Udunan di dusun Pancuran?
2.    Bagaimana Mitos yang difahamai masyarakat di dusun Pancuran?
3.    Apa saja makna Filosofi dari tradisi tersebut?
4.    Siapa saja yang menjadi pelaku tradisi?
5.    Apa saja perlengkapan atau alat yang diperlukan?
6.    Dimana tempat pelaksanaan tradisi tersebut?
7.    Kapan waktu pelaksanaan tradisi tersebut?
8.    Bagaimana praktik tata pelaksanaan tradisi tersebut?

C.    Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas maka manfaaat penelitian sebagai berikut:
1.    Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah informasi di lingkungan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
2.    Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberi informasi yang berguna bagi masyarakat secara umum tentang ragam tradisi dan budaya di Pancuran serta upaya pelestariannya.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Tradisi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia  tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun ( dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat.
Sedangkan nama Sya’ban yang berasal dari bahasa arab yang bernama cabang, dan berdasarkan hadits Nabi :
وقال صلى الله عليه وسلم أتدرون لم سمي شعبان؟ قالوا الله ورسوله اعلم؟ قال لانه يتشعب فيه خير كثير
Dinamakan sy’aban dikarenakan dibulan tersebut terdapat banyak cabang-cabang kebaikan. Sedangkan versi jawa yang berarti bulan Ruwah itu mereka menganggap bahwa Ruwah berarti arwah yang pada bulan tersebut diyakini para arwah nenek moyang naik ke langit.
Sedangkan Ramadhan itu tercetak dari lafad Romadho yang berarti terbakar atau bara api. Sehingga para ulama’ berpendapat dinamakan Ramadhan itu karena terasa panasnya tubuh manusia karena menahan lapar dan haus atau terbakarnya dosa-dosa.
Unggahan berasal dari kata "munggah" yang artinya naik atau manjat. Sehingga menurut istilah berarti memanjatkan doa.sedangkan Udunan berasal dari kata “mudun” yang artinya turun. Sehingga menurut istilah kedua hal tersebut berarti memanjatkan doa (ngirim dongo). Sedangkan Ruwahan berasal dari kata "Ruwah" yaitu bentuk jamak dari "ruh" atau "arwah". Ruwah tidak lain adalah nama bulan Sya’ban dalam bahasa Jawa. Dengan demikian punggahan atau Ruwahan berarti memanjatkan doa untuk para arwah.
B.    Keutamaan Bulan Sa’ban
Bualn Sya’ban adalah salah satu dari sekian bulan yang mulia yang mana di bulan ini Alloh membuka beberapa pintu langit dan beberapa pintu rahmat selain itu Alloh juga mengangkat amal-amalnya para hamba Alloh. Nabi SAW pun tidak mau menyia-nyiakan kemulian bulan ini karena menurut beliau bulan ini adalah bulan yang utama, seperti keutamaanya beliau dibanding dengan Nabi-nabi lain.

C.    Keutamaan bulan Ramadhan
Alloh telah memberika dua Nur dan dua kegelapan kepada umatnya Nabi SAW. Dua Nur itu adalah al-Qur’an dan Ramdhan yang mana kedua Nur tadi akan sangat dibutuhkan kelak di alam barzah dan hari kiyamat.
Di dalam bulan ini terdapat kejadian-kejadian yang agung di dalam agama samawi seperti halnya turunnya suhuf-sufnya Nabi Ibrahim pada tanggal satu Ramadhan,turunnya Taurat pada tanggal enam Ramadhan, kitab Injil pada tanggal tiga belas dan Zabur pada tanggal 18 Ramadhan dan yang terakhir al- Qur’an pada tanggal dua puluh empat Ramadhan. Dengan turunnya beberapa kitab-kitab Alloh pada bulan Ramadhan itu memberi isyarat bagi kita bahwa sanya ada kehususan tersendiri untuk bulan ini yaitu dengan di wajibkannya puasa sebulan penuh.
Di salah satu malam dari beberapa malam bulan Ramadhan ini terdapat satu malam yang sangat misterius yang mana tidak ada satu orangpun yang tau secara pasti malam tersebut. Alloh berfirman:
انا انزلناه في ليلة القدر وما ادراك ما ليلة القدر ليلة القدر خير من الف شهر
Alloh telah menurunkan suatu malam yang mana malam tersebut itu lebih utama disbandingkan seribu bulan. Dan para ulama’ berbeda pendapat tentang kapan malam tersebut terjadi Namun mereka sepakat bahwa malam tersebut terjadi pada malam-malam bulan Ramadhan ada yang mengatakan malam-malam ganjil dan ada pula yang mengatakan malam-malam ganjil duapuluh keatas. Malam tersebut dinamakan malam lalatul qodar karena pada malam tersebut para malaikat turun kebumi sehingga bumi kelihatan sempit.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai dikelompokkam menjadi dua bagian yaitu:
1.    Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah melestarikan budaya lokal yang sudah ada sejak dulu di dusun Pancuran karena penulis mengamati pada sebagian masyarakat dusun Pancuran ada yang enggan menjalankan tradisi Unggahan dan Udunan yang semestinya menjadi budaya dusun atau terkadang mereka hanya menjalankan secara asal-asalan sebagai bentuk formalitas saja, sehingga sangat perlu untuk di teliti dan dikaji kembali agar tidak hilang sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.

2.    Tujuan khusus
Adapun Tujuan khusus penyusunan karya tulis  ini adalah :
a)    Mengetahui Tradisi Unggahan dan Udunan di dusun Pancuran
b)    Mengetahui Mitos yang difahamai masyarakat di dusun Pancuran
c)    Mengetahui makna Filosofi dari tradisi tersebut
d)    Mengetahui Siapa saja yang menjadi pelaku tradisi
e)    Mengetahui Apa saja perlengkapan atau alat yang diperlukan
f)    Mengetahui tempat pelaksanaan tradisi tersebut
g)    Mengetahui waktu pelaksanaan tradisi tersebut
h)    Mengetahui Bagaimana praktik tata pelaksanaan tradisi tersebut
B.    Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dusun Pancuran desa kandangan kecamatan Bawen Kabupaten Semarang 5 Juni 2015.

C.    Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini mengggunakan metode sebagai berikut:
a.    Kepustakaan
Daftar kitab yang dipakai sebagai sumber acuan untuk mengarang.
b.    Interview
Interview adalah metode pengumpulan data atau informasi dengan cara Tanya jawabsepihak, dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.adapun tujuan interview sendiri adalah mengumpulkan data atau informasi (keadaan, gagasan, sikap/tanggapan, keterangan dan sebagainya) dari suatu pihak tertentu.
c.    Dokumentasi
Pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan ( gambar, kutipan, guntingan Koran dan bahan referensi lain)


BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.    Kajian Pustaka
1.    Keutamaan bulan Sya’ban dan Ramadhan
Dalam Riyadhussolihin dijelaskan asal usul keutamaan bulan Sya’ban sebagai berikut:
عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال فضل شعبان على سائر الشهور كفضلي على سائر الأنبياء, وفضل رمضان على سائر الشهور كفضل الله تعالى على عباده
Yang artinya kurang lebih dari Nabi SAW sesunggunya beliau bersabda: keutamaan bulan Sya’ban terhadap bulan-bulan yang lain itu Ramadhan iu bagaikan keutamaan Alloh terhadap hamba-hambanya.
Begitu juga dibulan ini nabi pun juga berpuasa seperti di sebutkan dalam Riyadhussolihin sebagai berikut:
لان النبى عليه الصلاة وسلم  كان يصوم شعبان كله ويقول يرفع الله عمل العبادكلها في هذا الشهر, وقال صلى الله عليه وسلم أتدرون لم سمي شعبان؟ قالوا الله ورسوله اعلم؟ قال لانه يتشعب فيه خير كثير
Sesungguhnya Nabi SAW itu puasa penuh di bulan Sya’ban dan beliau berkata Alloh itu mengangkat semua amal hambanya di bulan ini, kemudian nabi bertanya apakah kalian tahu kenapa dinamakan Sya’ban? Sahabat menjawab: Alloh dan Rasulnya lebih mengetahuinya? Nabi menjawab: dinamakan Sya’ban karena dibulan ini
Keutamaan bulan Sya’ban :
عن ابي هريرة رضي الله عنه انه قال قال عليه الصلاة والسلام " اتاني جبريل ليلة   النصف من الشعبان وقال يا محمد هذه ليلة تفتح فيها ابواب السماء وابواب الرحمة, فقم وصل وارفع رأسك ويديك الى السماء, فقلت ياجبريل ما هذه الليلة؟ هذه الليلة يفتح فيها ثلثمائة باب من الرحمة, فىغفر الله لجميع من لايشرك بالله شيأ الا من كان ساحرا او كاهنا اومشاحنا اومذمن خمر اومصرا على الزنا او اكل الربا او عاق الوالدين او النمام اوقاطع الرحم, فان هؤلاءلايغفر لهم حتى يتوبوا ويتركوا, فخرج النبي صلى الله عليه وسلم, فصلى وبكى في سجوده وهو يقول اللهم اني أعوذبك من عقابك وسخاطك ولا احصى ثناء عليك انت كما اثنيت على نفسك فلك الحمد حتى ترضى      
Dari Abuhurairah R.A. beliau berkata Nabi SAW berkata : “malaikat jibril telah mendatangiku di malam nisfu sa’ban dan dia berkata wahai Muhammad pada malam ini dibuka beberapa pintu langit dan beberapa pintu rahmat, maka bangunlah dan solatlah dan angkat kedua tangan dan kepalamu kelangit, maka saya berkata wahai Jibril: ada apa pada malam ini? Maka Jibril menjawab: di mala mini dibuka tiga ratus pintu rahmat maka Alloh akan mengampuni semua orang yang tidak menyekutukannya dengan sesuatu kecuali penyihir, dukun, musahi, peminum arak, pezina, pemakan riba, anak duhaka, tukang adu domba, pemutus silaturahim, maka semua orang tersebut tidak akan diampuni sehingga mereka bertaubat dan dan meninggalkan semua itu”, lau Nabi SAW keluar kemudian solat dan ia menangis di dalam sujudnya dan beliau berdo’a : ya Alloh aku meminta perlindungan kepada Mu dari siksa dan kebencian Mu dst.
1.    Amalan Bulan Sya’ban dan Ramadhan
Amalan-amalan yang dilaksanakan pada bulan Sya’ban dan Ramadhan, diantaranya :
a.    Shalat
b.    Puasa
            Barang siapa puasa pada tiga hari di awal dan tiga hari di pertengahan dan tiga hari di akhir bulan Sya’ban maka Alloh akan mencatat pahalanya tujuh puluh Nabi, dan seperti pahalanya orang yang selama tujuh puluh tahun digunakan untuk beribadah dan ketika meninggal di tahun itu maka ia meninggal dalam keadaan syahid.
c.    Baca al-Qur’an
d.    Shodaqoh
e.    Zdikir
f.    Berdo’a


B.    Observasi Lapangan
1.    Kondisi Sosial Masyarakat dusun Pancuran
Dulu dusun Pancuran adalah sebuah masyarakat yang mayoritas berpenduduk kaum Abangan. Sebuah masyarakat yang masih sangat jauh dari ketaatan menjalankan agama. Banyak masyarakat yang masih mengabaikan norma baik norma agama maupun sosial. Kehidupan mereka sebagian besar masih mengedepankan kepentingan keduniaan semata.
Abangan adalah istilah yang digunakan terhadap pemeluk agama islam dijawa, yakni mereka yang tidak begitu memperhatikan perintah-perintah agama islam serta kurang teliti dan tekun dalam memenuhi kewajiban - kewajiban agamanya. Meskipun mengaku dirinya seorang muslim, cara hidup mereka merupakan perpaduan antara Islam dan kejawen yang terkadang masih berbau pengaruh budaya Hindu-Budha dan unsure asli atau adat disebagian besar masyarakat jawa, jadi agak bercorak sinkretis.
Ciri-ciri orang abangan dalam kepercayaan dan amal dapat dilihat dalam upacara-upacara yang dilakukan meliputi upacara ketika seseorang akan melakukan perjalanan, penghormatan arwah leluhur atau pemujaan roh halus, upacara cocok tanam, dan tatacara pengobatan. Semua upacara itu bertumpu pada kepercayaan kepada roh baik dan roh jahat.
Upacara pokok dalam tradisi abangan ialah slametan, upacara ini bukan sarana memohon kekayaan atau kecukupan hidup akan tetapi lebih ke harapan agar selamat dari mara bahaya dan dijauhkan dari bala’, biasanya upacara semacam ini dilakukan dimalam hari setelah terbenamnya matahari dengan mengundang para tamu kemudian shohibul hajat menyampaikan maksud isi slametan. Upacara ini hampir diadakan oleh masyarakat abangan pada setiap kesempatan yang berarti bagi orang jawa, misalnya upacara kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, hari raya Islam resmi dan upacara panen. Selain slametan yang sifatnya pribadi juga diadakan slametan untuk desa yang terkenal dengan istilah sedekah bumi.
Bagi kaum abangan, penghormatan kepada arwah leluhur cikal bakal pendiri desa sama pentingnya dengan penghormatan pada kuburan-kuburan suci yang dianggap kramat. Satu benda lagi yang dianggap kramat adalah keris dan batu akik yang dianggap termasuk benda yang mempunyai keampuhan dan merupakan pusaka leluhur yang turun temurun. Menurut mereka keris mempunyai keampuhan yang dapat berpindah kepada orang yang memegangnya. Mereka juga banyak yang percaya dengan kemampuhan seorang dukun yaitu orang yang dianggap mampu mengendalikan roh gaib yang menjadikannya sebagai alat untuk memperoleh keinginan dan hasrat seseorang.
Begitu juga sebagian besar masyarakat dusun Pancuran tempo dulu yang termasuk golongan kaum abangan, mereka juga  mengedepankan adat kejawen sebelum budaya Islami merubah “warna” tersebut menjadi sebuah adat yang memuat nilai-nilai luhur agama Islam walau tidak dapat dipungkiri juga saat ini masih dijumpai hal-hal yang demikian. Dibelahan manapun daerah pulau jawa adat kejawen pasti masih terlihat kental, sekalipun didaerah santri. karena islamisasi yang dipakai oleh para wali dan para ulama dalam menyebarkan islam tidak pernah menghilangkan adat setempat, dan lebih lagi warga Nahdlotul Ulama yang mempunyai prinsip tasamuh dan ramah terhadap adat dan tradisi selain itu juga, karena ada kaidah “Al-adah al-muhakkamah,” mereka hanya mengganti substansi yang asalnya berbau kemusyrikan dengan mengisi ketauhidan karena mereka memandang budaya dan adat hanyalah sebuah wadah yang bisa digunakan sebagai media dakwah dengan tanpa mengusik dan menentang tradisi yang memang telah mengakar dalam jiwa masyarakat setempat. Para ulama lebih bijaksana dalam menempatkan ajaran islam dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat sehingga dengan tanpa terasa islamisasi yang diusung secara perlahan masuk ke jantung masyarakat.
Agama Islam masuk di dusun pancuran itu konon bersamaan dengan adanya dusun pancuran, pada zaman dulau pancuran adalah sebuah pegunungan kecil yang sangat subur dan banyak mata air disana-sini. Yang pada waktu itu sesosok orang tua yang bernama mbah Jaddin menjadi incaran tentara belanda terus iapun kabur dan bersembunyi di tebing di antara pegunungan tersebut, kemudian mbh Jaddin pun mendirikan perkampungan disitu bersama dengan keluarganya, dan iapun menamai kampung tersebut dengan nama Pancuran karena banyak mata air yang mancur disana-sini. Mbh Jaddin itu di anggap danyangnya dusun tersebut, namun islamnya mbh Jaddin pun juga masih islam kejawen kemudian dari canggah warenngnya yang bernama Mbh Kyai Jumadi mengiselamisasikan adat-adat yang di anggap melenceng dari tuntunan syari’at, lama kelamaanpun banyak pumuda pancuran yang pulang dari pondok dan ahirnya ikut membantu mbh kyai Jumadi dalam menyebarkan islam di Pancuran, kemudian islam berkembang pesat ketika beliau Bpk. K. Nur Hamim dan Bpk.K. Syamsul Bahri mendirikan Pondok pesantren yang diberi nama Darul  Ulum dan Bpk. KH. Nur Rohim dengan Bp. K. Muhammad Mawardi mengasuh pondok pesantren Al-juwahir. Dengan adanya kedua pondok tersebut islam di dusun pancuran sangat maju pesat sehingga tidak ada satu wargapun yang beragama selain Islam. Namun tidak dapat dipungkiri pula adat kejawen masih kental dikalangan masyarakat.

2.    Tradisi Unggahan dan Udunan
a.    Tradisi unggahan di dusun Pancuran ini biasanya terjadi pada pertengahan bulan Sya’ban(Ruwah).
Di dalam malam Sya’ban ini masyarakat kejawen dusun Pancuran beranggapan bahwa arwah-arwah para leluhurnya dinaikkan keatas dan diistirahatkan di sana sampai bulan Ramadhan nanti habis, mereka menamai bualan Ruwah ini dengan nama Ruwah dikarenakan Ruwah itu berasal dari kata arwah. Di bulan sebelumnya para arwah di alam kubur mendapatkan balasan terhadap perbuatannya di masa hidupnya dan ketika mereka telah melakukan sedekah Unggahan ini mereka berkeyakinan arwah-arwah nenek moyang mereka telah di angkat ke atas dan di istirahatkan atas balasannya.
Berbeda dengan masyarakat abangan, yaitu masyarakat islami yang berpedoman pada hadits dan kitab-kitab ulama’ kuno bahwa di bulan ini Alloh membuka pintu langit dan pintu rahmatnya dan segala amal perbuatan manusia di angkat pada bulan ini, bukan arwahnya.
b.    Tradisi udunan di dusun pancuran ini biasanya terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan.
Sudah masyhur dikalangan semua orang bahwa bulan ramdhan adalah bulan yang mulia. Alloh pun pernah bekata kepada Musa A.S. aku telah memberi dua cahaya kepada umat Muhammad yang digunakan untuk menerangi dua kegelapan, Musa pun bertanya kepada Alloh, Apa itu dua cahaya? Alloh menjawab: dua cahaya itu adalah al-Qur’an dan Ramadhan, dan Musa bertanya lagi, lalu apa itu dua kegelapan? Alloh pun menjawab: dua kegelapan itu adalah alam kubur dan hari kiyamat.
3.    Mitos di Bulan Ruwah dan Ramadhan
Bulan Ruwah merupakan sebagian bulan yang di anggap sakral bagi masyarakat dusun Pancuran, karena bulan ini arwah-arwah di angkat Alloh naik keatas. Dan amal-amal yang dinaikkan tadi akan ditirunkan lagi nanti di akhir bulan Ramadhan. Kebanyakan masyarakat dusun Pancuran berkeyakinan pada bualn ini para jin di belenggu dan siksa kubur di hentikan.
 Ada pula yang pada pertengan bulan ini mereka melakukan ritual mandi di tujuh air pancur, yang mana mitos yang dipercaya oleh masyarakat mandi di hari itu dan di air tujuh pancur dapat menyebabkan awet muda. Dan ada pula yang mengajak seluruh keluarganya untuk keluar rumah karena arti dari Sya’ban adalah sobo yang berarti jalan-jalan. Alat/Perlengkapan Tradisi
Adapun alat  (perlengkapan) yang digunakan oleh masyarakat dusun pancuran dalam Unggahan dan Udunan bervariasi. Jika ditarik kesimpulan dari perlengkapan secara garis besar yang menjadi ciri khas Unggahan dan Udunan dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
a.    Sekol golong wulung
b.    Tumpeng rosul
c.    Asahan
d.    Sekol gulung pitung jodo
e.    Tumpeng agung
f.    Jenang abang
g.    Ketan
Dari beberpa jenis diatas, masing masing itu mempunyai makna-makna tersendiri. Dan kesemuanya itu harus ada untuk pemula bagi pelaku tradisi. Karena beberapa jenis tersebut itu mempunyai banyak arti seperti halnya sekol golong wulung ( sego liwet) untuk “ngawerohi ngaso bekti seng babat alas” penghormatan kepada danyang, tumpeng rosul untuk penghormatan kepada Kanjeng Nabi , Asahan untuk arwah-arwah yang sudah meninggal ( nenek moyang), tumpeng Agung untuk nyelameti diri sendiri begitu pula jenang abang putih yang mana abang yang berarti simbol kesejahteraan dan jenang putih simbul kebersihan hati, sekol golong pitung jodo ini berupa nasi yang di genggam (kepel) sebanyak tujuh jodo atau empat belas genggaman, yang mana tujuh jodo tadi di hadiahkan kepada Nabi Adam karena beliau manusia pertama di muka bumi ini, nabi sulaiman karena yang merajai hewan-hewan di bumi ini, Nabi ilyas yang nguasai jagat raya, Nabi khodir pengendali air, betoro bromo dewa api, betoro suryo menjalankan matahari, dewi rayung wulan menjalankan rembulan. Ketan itu biasanya disajikan dengan pisang, pasum, apem,. Yang mana ketan berarti alasnya, pisang tongkatnya, apem payungnya, pasum tiangnya payung.
Dari beberapa macam tadi wajib dilakukan bagi pemula adapun nanti yang kedua dan sampai ke tujuh itu ketika unggahan hanya dengan ketan dan seperangkatnya saja tidak perlu disertai dengan sekol golong dll. Adapaun seterusnya itu boleh dengan ketan atau nasi.
Berbeda dengan unggahan yaitu udunan. Di dalam udunan itu tidak ribet sepertihalnya unggahan, karena di dalam udunan itu ketika didalam unggahan sudah ada ketan boleh mengeluarkan nasi atau ketan tapi ketika didalam unggahan tidak ada ketan maka didalam udunan harus dengan ketan dan hal seperti itu hanya berlaku tujuh periode ( 7 th).

4.    Filosofi
Tradisi di masyarakat semuanya mengandung filosofi yang sangat dalam sebagai bahasa kiasan dan harapan dari esensi yang dimaksud karena falsafah merupakan pengetahuan tentang asas-asas pikiran dan perilaku atau mencari ilmu kebenaran dan prinsip-prinsip dengan menggunakan kekuatan akal.
Adapun makna filosofi dari tradisi Unggahan dan Udunan adalah sebagai berikut:
a.    Ketan    : sebagai alas, persatuan.
b.    Pisang    : sebagai tongkat
c.    Apem    : sebagai payung
d.    Pasum    : sebagai tiyang.
e.    Bubur Putih    : simbol kebersihan hati
f.    Bubur Abang    : simbol kesejahteraan
g.    Sekol Golong      : kekuatan Lahir batin dan agar masyarakat bisa selalu bersatu, selalu “golong”
Masyarakat dusun pancuran didalam menjalankan tradisi tersebut merasa terpuasakn hatinuraninya, dikarenakan mereka telah berbuat baik kepada para nenek moyangnya.

5.    Pelaku
Dalam tradisi unggahan dan udunan, yang menjadi pelaku tradisi kegiatan ini tidak jauh berbeda dengan tradisi lainnya, kegiatan ini dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan strata sosial. Kegiatan ini dipandu seorang kyai Masjid atau Musholla setempat.

6.    Tempat
Adapun tempat pelaksanaan kegiatan ini yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat adalah di Masjid atau Musholla setempat karena dua tempat ini yang paling mudah dipakai untuk mengumpulkan masyarakat dalam kegiatan apapun terutama yang mengandung unsur rohaniyah tetapi ada juga yang menyelenggarakan dirumah secara individu dengan mengundang tetangga.
7.    Waktu
Adapun waktu pelaksanaan tradisi unggahan adalah setelah shalat Maghrib atau isya’ pada setengah bulan Ruwah atau Sya’ban sampai habisnya bulan Sya’ban namun yang paling utama itu di pertengahan bulan Sya’ban..
Adpun watu pelaksanaan udunan adalah setelah tanggal setengah bulan Ramadhan namun yang paling utama itu mengakhirkan pada hari lebaran disaat imam turun dari mimbar.


8.    Praktik
Adapun praktik tradisi udunan adalah setelah Salat Maghrib atau isya’ dilanjutkan duduk di area sedekahan untuk memulai acara. Biasanya sebelum ritual didahului dengan Mau’idzoh oleh kyai setempat dengan memaparkan keutamaan-keutamaan bulan Sya’ban atau Ramadhan.
Ada sedikit perbedaan didalam praktik tradisi ini yaitu untuk unggahan yang pertama kali di adakan penghadiahan pada arwah-arwah yang dituju seperti danyang,nabi adam,nabi ilyas nabi sulaiman, nabi khodhir, nabi Muhammad, dewi rayung wulan, betoro suryo, betoro bromo. Kemudian tahlil sampai doa. Kemudian setelah selesai doa barulah memakan sedekah yang ada kemudian sisanya di berkat atau di bawa pulang oleh jamaah. Namun yang kedua dan seterusnya cukup khadoroh kepada nenek moyang dan nabi Muhammad.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bulan Sya’ban dan Ramadhan adalah dua bulan yang mulia di dalam agama islam, karena telah di sebutkan didalam kitab Rriyadhussolihin yang berbunyi sebagai berikut:
عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال فضل شعبان على سائر الشهور كفضلي على سائر الأنبياء, وفضل رمضان على سائر الشهور كفضل الله تعالى على عباده
Disamping itu, bagi pemegang tradisi Jawa,  hingga kini masih memiliki pandangan bahwa Bulan Sya’ban adalah bulan dinaikannya arwah karena berpegang pada nama Ruwah sendiri yang berarti arwah. Dan akhir bulan Ramadhan adalah diturunkannya para arwah ke tempatnya masing-masing.
alat  (perlengkapan) yang digunakan oleh masyarakat dusun pancuran dalam Unggahan dan Udunan itu bervariasi. Jika ditarik kesimpulan dari perlengkapan secara garis besar yang menjadi ciri khas Unggahan dan Udunan dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
1.    Sekol golong wulung
2.    Tumpeng rosul
3.    Asahan
4.    Sekol gulung pitung jodo
5.    Tumpeng agung
6.    Jenang abang
7.    Ketan
Dalam mengisi acara Unggahan dan Udunan terseut para warga beramai-ramai membawa sedekahannya ke masjid atau mushola atau di rumah dengan mengundang para tetangga untuk kerumah.

B.    Saran
Seorang ahli hikmah berkata “al-insan mahalul khoto’ wannisyan” artinya manusia adalah tempatnya salah dan lupa” begitu juga dengan makalah yang penulis susun sudah pasti banyak kekurangan yang menanti untuk disempurnakan oleh siapapun yang lebih tahu dan berkompeten dibidangnya, maka dari itu apa yang tertuang dalam makalh ini masih sangat perlu untuk dikaji dan diteliti secara lebih mendalam sehingga nantinya menjadi suatu disiplin ilmu yang benar dan bermanfaat bagi semua, amiiin.

DAFTAR PUSTAKA

Arif subuyanto, Metode Dan Teknik Penelitian Social, Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2007.
An nawawi, Riyadhussolihin, Semarang: Toha Putra, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2012, Cet. 4.
Nur faizin, Makalah Tradisi Suronan di Desa Guyangan, (jepara: Unisnu, 2013.
Gunanto, Wawancara Tokoh Kejawen, Dusun Pancuran, 2 Juni 2014, Jam 16.00 Wib.
Juwarti, Wawancara Masyarakat, Dusun Pancuran, 10 Juni 2014, Jam 19.00 Wib.
Muhsinin, Wawancara Tokoh Agama, Dusun Pancuran, 10 Juni 2014,Jam 16.00 Wib.
http://m-yusron.blogspot.com/  tanggal 23 juni 2015, jam 11.15 wib.



Posting Komentar

 
Top